Serang – Riset mengenai situs-situs Banten Lama rupanya dianggap belum selesai menggambarkan dan mengungkap kondisi ibukota kesultanan Banten tersebut secara utuh. Selain itu identitas kebudayaan Banten juga belum menemukan titik temu yang dapat memuaskan seluruh pihak.
Hal itu terungkap dalam workshop “Bouncing Forward Looking Back: Cultural Objects, Archeological Sites and Responses to Colonial Violence” yang diselenggarakan selama dua hari yang dimulai sejak hari Senin hingga Selasa, 27-28 Mei 2024 di ruang sidang skripsi Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Banten.
Workshop itu sendiri merupakan kerjasama tiga pihak yaitu Laboratorium Bantenologi UIN Banten, NIOD Amsterdam (Het NIOD Instituut voor Oorlogs-, Holocaust- en Genocidestudies/Institut untuk Pembelajaran Perang, Holokaus dan Genosida), Belanda dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Rektor UIN SMH Banten, Wawan Wahyuddin, mengungkapkan hubungan Banten dan Belanda merupakan hubungan yang tidak mudah. Kedua belah pihak selama ratusan tahun terlibat dalam peperangan yang mencapai puncaknya dengan dihancurkannya istana Surosowan oleh pasukan Belanda pimpinan Daendels pada tahun 1813.
Kehadiran NIOD Amsterdam dengan kajian-kajian sejarah dan arkeologi mengenai Banten menjadi penting sebagai trigger bagi kemajuan dunia akademis di UIN Banten. Pungkasnya. Wawan Wahyuddin menambahkan bahwa workshop ini harus dilanjutkan dengan kerjasama yang lebih terukur dan sistematis antara UIN SMH Banten dengan NIOD Amsterdam di waktu yang akan datang.
Sementara Martijn Eickhof, Direktur NIOD, menjelaskan NIOD merupakan lembaga penelitian di Belanda yang fokus pada kekerasan, Holocaust, dan genosida di berbagai belahan dunia baik pada masa lampau, sekarang, maupun yang akan datang. Salah satu kajian yang dilakukan saat ini adalah mengenai kekerasan yang dilakukan pada masa penjajahan (colonial violence) di Banten yang dikaji oleh Fajri Adieyatna. Bukti kekerasan yang dilakukan adalah penghancuran keraton Surosowan yang saat ini masih bisa dilihat reruntuhannya.
Pembicara dalam workshop ini terdiri dari narasumber asal Belanda yaitu Prof. Nanci Adler (senior historian at the NIOD and professor of Transitional justice University van Amsterdam), Prof. Daan Raemaekers (professor of Groningen Institute of Archaeology, Royal University of Groningen), dan Dr. Klaas Stutje (the head of expert centre for restitution, NIOD Institute).
Sementara narasumber local yang diundang adalah Prof. Mufti Ali, M.A. PhD (Wakil rektor I UIN Banten), Prof. Yanwar Pribadi, M.A. PhD (akademisi UIN Banten), Dr. Ali Fadilan, DEA (akademisi Untirta), Rohman, M.A. (Direktur Bantenologi), dan Ariz Muzhiat, M.A. (sejarawan Bantenologi).
Sementara Direktur Bantenologi Rohman mengatakan kajian mengenai Banten dalam berbagai aspek seperti arkeologis dan sejarah masih sangat terbuka. Hanya masalahnya data-data arsip yang perlu pencarian yang lebih serius dan membutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit.
“Ini disebabkan arsip-arsip colonial sebagian besar masih tersimpan di lembaga arsip dan perpustakaan yang ada di Belanda”, katanya. Namun pihaknya mengaku siap jika diberi kepercayaan untuk melakukan kajian mengenai situs-situs di Banten maupun terkait sejarah dan tradisi jika pemerintah daerah memiliki pembiayaan untuk kajian tersebut.(Red)***